Membangun Nilai Kemanusiaan Melalui Kampus

LPM LATAR, CIREBON – Di pagi hari yang indah dengan sinar surya yang memberikan kehangatan keseluruh tubuh ditambah dengan suara burung-burung dari sela-sela pelapon kelas-kelas. Sepercik dari berbagai keindahan ini tersimpan dari kampus Institut Studi Islam Fahmina (ISIF).

ISIF adalah kampus yang terletak di kawasan jalan Swasembada No. 15 Karyamulya, Kota Cirebon. Kampus yang terlahir dari rahim gerakan sosial kemanusiaan Fahmina Institute  merupakan hasil ijtihad para pendiri Fahmina pada tahun 2007.

Salah satu pendiri kampus ISIF, KH. Marzuki Wahid dalam tulisannya di majalah Latar edisi I Th. I/2011 mengatakan visi ISIF adalah menghasilkan sarjana yang memiliki jiwa kenabian (profetik), yakni menjadikan ilmu pengetahuannya untuk membebaskan masyarakat dari ketertindasan ekonomi, sosial, politik dan budaya yang mereka alami. Dari rumusannya tersebut, visi utama ISIF adalah menciptakan kemanusiaan yang menegakkan keadilan, kesetaraan, dan kemaslahatan dalam rahmat bagi seluruh makhluk-Nya.

Demi mewujudkan visi utama ISIF, para mahasiswa semester pertama akan dibekali mata kuliah studi gender, HAM, demokrasi,  pluralisme,  kebudayaan lokal, dan studi gerakan sosial.

Ketika masuk semester dua para mahasiswa akan dibekali mata kuliah metodologi penelitian. Di antaranya metodologi penelitian kualitatif, kuantitatif, Partisipatoris Action Reseach (PAR), analisis sosial, pengorganisasian masyarakat, serta belajar dan hidup bersama masyarakat.

Lanjut semester ketiga, para mahasiswa akan dihadapkan dengan mata kuliah studi pengantar ilmu-ilmu keislaman, diantaranya studi pengantar al-Qur’an, al-Hadis, pengantar kalam,  hukum Islam, tasawuf, dan studi pengantar ushul fiqh.

Menurutnya, sejak semester ini, mahasiswa ISIF mulai memasuki area studi Islam, dari studi pengantar hingga kepada substansi yang mendalam, dan mata kuliah pilihan profesi pada semeseter ketujuh dan kedelapan.

Kampus Kemanusiaan

ISIF memiliki kurikulum yang berbeda dengan PTAI lain. Perguruan tinggi ini lebih menempatkan keadilan (al-adalah), kesetaraan (al-musawah), kemanusiaan (al-basyariyah), lokalitas (al-adah), dan kebhinekaan  (at-ta’addudiyyah) sebagai perspektif atau paradigma untuk studi keislaman, baik bagi mahasiswa maupun dosennya. Sehingga Tiga pilar (Tridarma) yang dimiliki ISIF harus terus ditancapkan hingga ke akar bumi. Tridarma ISIF berisikan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Dalam hal ini mengatarkan wartawan LPM Latar kepada seorang Deputi Rektor, Nurul Huda S.A. mengatakan Tri darma yang dimiliki ISIF merupakan tiga pilar utama untuk kemanusiaan. Sabtu (13/10).

Institut yang berada dalam naungan yayasan Fahmina didesain untuk kemaslahatan masyarakat, dan kemanusiaan. Sehingga akan berguna untuk kehidupan masyarakat yang lebih manusiawi, berkeadilan, transformatif, menghargai perbedaan,  dan kemajemukan.

“Ketika ada mahasiswa  di sini tetapi ia tidak menghargai kemanusiaan, memberatkan urusan orang lain dan membeda-bedakan orang yang berbeda dengannya, itu tidak termasuk didikan  ISIF. Karena desain ISIF  selalu mengajarkan  peduli pada orang lain,” ujarnya.

Konsep Pembelajar ISIF

Kampus yang terdepan dalam riset dan transformasi sosial berbasis tradisi intelektualisme Islam-pesantren menawarkan konsep pembelajaran yang akan lebih fokus di lapangan.

“Konsep pembelajaran di lapangan jauh lebih diutamakan dibandingkan hanya membaca buku. Apa  yang terjadi di lapangan itulah yang sesungguhnya yang terjadi. Kalau di dalam buku itu belum tentu, karena kita harus tau siapa orang yang nulis buku. Jangan-jangan dia menulisnya hanya di kamar, jadi yang dia tuliskannya itu sesuatu yang dia bayangankan sebagai ilmuan, dosen, intelektual. Tetapi dia tidak pernah hidup bersama masyarakat,” katanya.

Konsep transformasi sosial adalah konsep pembalajaran kedua. Para mahasiswa dituntut untuk bisa hidup bersama masyarakat.  Karena pada dasarnya segala sesuatu yang ada pada lingkungan hidup bermasyarakat itulah yang dapat diyakini. Oleh karena itu, menurut Huda, ilmu yang sesungguhnya bagi ISIF ialah fakta-fakta yang ada pada kehidupan sosial, maka tidak heran jika data-data yang ada di dalam buku diyakini bukan kebenaran yang mutlak.

Selain itu, konsep pembelajaran yang berbasis intelektualisme pesantren selalu diterapkan oleh kampus ISIF, karena melihat latar belakang para pendirinya, beliau lahir, belajar dan berkembang di dunia pesantren.

Dengan kekayaan intelektual  pesantren kemudian  ISIF dibangun dengan basis intelektual pesantren yang  memiliki tradisi dan sejarah panjang  bahwa  cikal bakal pendidikan Islam  yang paling awal  di Indonesia ialah pesantren sehingga dapat memperkaya intelektualisme mahasiswa ISIF dengan tradisi pemikiran dan akademiknya yang memahami perbedaan pendapat dalam ajaran Islam merupakan hal biasa, lumrah terjadi, saling menghargai bahkan dijadikan bagian dari ruh kehidupan. “Pesantren juga kuat dengan ikatan tradisi, menyatu dengan kebudayaan di mana ia bersamanya, serta mampu hidup dalam kebhinnekaan, tanpa cenderung  menundukan dan menyeragamkannya,” katanya.

Semangat Tulis

Ketika berbincang di bawah pohon asem tepat di depan kantor yayasan Fahmina, Ia juga menuturkan pada dasarnya orang  yang belajar itu memang  harus menulis karena dengan menulis orang lain dapat mengetahui  bagaimana penilaian terhadap sesuatu yang sedang terjadi, atau apa yang  sedang dipelajari.

“Karena melalui menulis orang mampu menata ingatan yang membuat alur pikirannya menjadi terstruktur, logis bahkan kritis. Ketika penulis menemukan data terkait tema tulisannya harus dengan  sangat jeli melihat point-perpointnya,” jelasnya.

Pria berbaju bantik warna  kuning itu juga menceritakan pengalamannya bagaimana dengan tulisan-tulisannya tidak sedikit keuntungan yang didapatkan bukan hanya soal uang tetapi  peningkatan kapasitas diri juga soal jaringan. Perihal semangat bisa kita peroleh dari orang lain, tetapi yang paling besar bila mana kita menyemangati diri sendiri.

Semangat Baca

Suasana hari itu  terlihat lebih riuh dibandingkan dengan hari biasanya, karena tahun ini sistem pembelajaran ada beberapa yang diganti salah satunya tempat belajar mahasiswa  ISIF Arjawinangun pada hari sabtu  dipindahkan ke ISIF Majasem.Kebijakan ini diambil karena jumlah mahasiswa kampus dua pada tahun ajaran baru ini semakin bertambah. Juga, berupaya memproduktifkan kegiatan belajar-mengajar.

Jarak yang terbilang jauh tidak menyurutkan semangat mahasiswa untuk terus belajar. Terlihat mulai dari semester satu hingga tujuh selalu antusias dalam mengikuti semua kegiatan belajar di hari Sabtu. Salah satu mahasiswa kampus 2, Winda (22) menyampaikan walaupun jarak antara Arjawinangun dengan Majasem yang lumayan jauh tapi saya tetap merasa senang belajar di sini. Karena bisa menumbuhkan keakraban, kekompakkan dan kesetia kawanan diantara kami semakin erat, serta kedisiplinan dan komitmen pun terbangun.

Sistem pembelajaran  baik di ISIF Majasem ataupun Arjawinangun sebenarnya hampir sama. Hanya saja di ISIF Majasem lebih mudah untuk mengakses buku-buku perpustakaan. Terutama buku referensi yang diperlukan untuk mengerjakan tugas kampus.

“Di kampus utama ini saya bersama teman-teman tidak kesulitan untuk mencari buku-buku referensi, terutama jika ada tugas dari kampus,” ujar perempuan yang berasal dari Tegal itu.

Di tempat berbeda, Mimin Muti’ah selaku admin perpustakaan ISIF Majasem meyampaikan minat baca mahasiswa ISIF sebelum dan sesudah kegiatan belajar disatukan jumlahnya lumayan berubah, dilihat dari data setiap bulannya ada sekitar 30% mahasiswa yang meminjam buku.

“Buku-buku yang ada di perpustakaan kampus ISIF terbilang bagus dan tidak banyak ditemui di perpustakaan lain. Mahasiswa ISIF  mulai memanfaatkannyauntuk menambah wawasan, dan saya berharap dengan aktifnya LPM Latarminat membaca dan menulis teman-teman masiswa semakin terbangun,” tutup Mimin. (Nis/Fit/Rul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *