Santri Sudah Biasa dengan Perbedaan

LPM LATAR,  CIREBON – Pesantren adalah tempat para santri untuk belajar ilmu agama dan belajar menghargai segala perbedaan karena di pesantren semua orang dalam berbagai suku, ras, dan bahasa berkumpul bersama. Dalam hal ini pesantren mempunyai peran penting dalam merawat dan menjaga keragaman yang dimiliki Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pengasuh pondok pesantren Daarul Mukhlishin, KH. Yayat mengatakan pesantren memiliki nilai keragaman yang terus menerus dipelihara. Dengan perbedaan ini kita rajut agar saling menghargai dan bekerjasama,

“Pesantren sebagai lembaga keagamaan mempunyai simbol yang sangat baik dengan menerima segala perbedaan,” Kata Yayat, saat penutupan acara Youth Interfaith Camp (YIC) 2018 dan peringatan Hari Santri di Kuningan, Jawa Barat,  Minggu (21/10).

Saat ini, lanjut Yayat, keragaman yang dimiliki oleh pesantren adalah sebuah kekayaan dari sebuah negara Indonesia. Berbeda berarti saling melengkapi dan menolong bisa terwujudkan.

“Keragaman jangan dijadikan sesuatu hal yang menakutkan,” tegas Yayat.

Pesantren, ujarnya, minimal menjadi titik temu para santri agar bisa mengajak teman-temannya dalam menyadarkan keragaman.

“Menjalin hubungan dangan orang yang berbeda melalui belajar,  berdiskusi, membina relasi, membangun rasa persaudaraan tidak dengan perkataan. Tetapi dengan perbuatan,” ucapnya

Yayat mengingatkan kumpulnya para santri dengan berbagai daerah, bahasa, dan ras, menegaskan bahwa Islam adalah rahmat bagi segala makhluknya yang berbeda. “Dengan suasana pesantren, keragaman bisa terwujud. Dan sekaligus kita menjaga Indonesia,” tutupnya.

Sementara itu, YIC yang berdiri sejak 2005 dengan tujuan utamanya penguatan individu dan komunitas penggerak perdamaian telah menyelenggarakan sebanyak 7 kali kegiatan Youth Interfaith yang menghasilkan sejumlah individu dan beberapa komunitas lintas iman yang memperjuangkan perdamaian di beberapa wilayah seperti di Bandung, Cirebon, Cimahi, Sukabumi, Tasikmalaya, Bogor, Bekasi, Jatinangor dan Kab. Bandung.  (Arul).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *