Panjang Jimat; Tradisi Menyambut Maulid Nabi di Cirebon

Para abdi dalam sedang melaksanakan pembacaan barzanji dan manaqiban di Langgar Agung, Rabu (21/11/2018) malam. 

LPM LATAR, CIREBON – Perayaan peringatan kelahiran Nabi Muhammad di berbagai daerah memiliki ciri khasnya masing-masing. Di Keraton Cirebon peringatan kelahiran Nabi di lambangkan dengan sebuah prosesi yang disebut dengan panjang jimat.

Tepat pada Rabu (21/11/2018) malam, ratusan warga tampak memadati puncak ritual panjang jimat di kompleks Keraton Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Walaupun sempat diguyur hujan cukup deras. Namun, tidak menyurutkan semangat para warga untuk mengikuti prosesi tersebut.

Pemerhati Kebudayaan Cirebon, Abdul Rasyidi mengatakan upacara panjang jimat adalah sebuah ritual simbolik yang disebut Muhaimin AG sebagai dramatisasi alegoris lahirnya Nabi Muhammad SAW. Termasuk simbol komitmen untuk mempertahankan yang satu, yakni Syahadataen (dua kalimat syahadat) ; syahadat tauhid dan syahadat Rasul.

Sedangkan jika dilihat secara makna, Rasyid menuturkan, panjang jimat mempunyai dua makna, “kata panjang dapat diartikan sebagai tak berhenti dan jimat berarti siji kang dirumat atau satu hal yang dipertahankan,” ujarnya, saat ditemui di kawasan Fahmina, Kamis (22/11) pagi.

Prosesi Panjang Jimat

Sebelum pada puncak panjang jimat, ada beberapa prosesi yang akan dilakukan, Rosyid mengungkapkan, para abdi dalem keraton akan mencuci benda pusaka terlebih dahulu,  berupa piring keramik besar dan kecil, tasbih, guci dan gelas dengan menggunakan air dari tujuh sumur. Setelah itu, “benda pusaka tersebut dibungkus dengan kain putih, yang kemudian diarak dari Bangsal Prabayaksa Kaputren menuju Jinem Pangrawit dan selanjutnya ke Langgar Agung,” ungkapnya.

Setelah benda pusaka berada di Langgar Agung,  Dosen budaya lokal itu mengatakan, rangkaian upacara  panjang jimat dilanjutkan dengan iring-iringan sembilan kelompok yang menceritakan peristiwa kelahiran Nabi Muhammad, paling sedikit 19 adegan penting.

Misalnya pada prosesi awal panjang jimat tersebut ditandai dengan munculnya orang pertama yang membawa lilin, lalu memberikan api kepada orang kedua yang berada di belakangnya. Orang pertama, merupakan simbolisasi dari Abu Thalib, paman Nabi. Sedangkan orang kedua, simbolisasi dari Abdul Muthalib, kakek Nabi.

Dalam rangkaian selanjutnya, kedua laki-laki tersebut berjalan di waktu tengah malam untuk memanggil seorang dukun beranak. Lanjut Rasyid, kemudian muncullah seorang dukun beranak membawa bokor kuning berisi mata uang logam.

Tidak lama setelah itu, muncul kembali seorang perempuan dengan membawa nampan dan sebotol air mawar sebagai simbol air ketuban. Lalu setelahnya muncul lagi seorang perempuan membawa baki yang berisi bunga goyah, lulur dan bedak tradisional sebagai simbol ari-ari. “Setelah selesai semua prosesi melahirkan, muncul penghulu Keraton sebagai simbol pemotong tali pusat,” katanya.

Tidak selesai disitu, masih ada beberapa adegan lagi dalam prosesi panjang jimat tersebut, Rasyid  kembali menceritakan, ada dua lelaki dengan membawa dua cairan yang mirip dengan darah. Diikuti dua lelaki lain yang masing-masing membawa baki dengan botol berisi cairan yang melambangkan lendir.

Selanjutnya datang lagi laki-laki membawa periuk berisi nasi uduk yang melambangkan perjuangan seorang ibu ketika melahirkan. Setelahnya, muncul orang membawa tumpeng dan ayam panggang atau sega jeneng, melambangkan untuk memberi nama.

Tetapi yang terpenting dalam prosesi panjang jimat adalah mengajarkan kepada kita bahwa “setiap prosesi-prosesi yang dilakukan diatas merupakan sebuah lakon yang mencerminkan kebahagiaan yang tidak bisa dikatakan melainkan dengan sebuah ekspresi kebahagiaan,” pungkasnya.  (Anis/Arul).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *