Film Miracle in Chell No. 7 : Preseden Buruk Penegakan Hukum

Identitas Film

Judul Film: Miracle in Cell No. 7
Sutradara: Hanung Bramantyo
Produser: Frederica
Penulis: Alim Sudio
Didasarkan dari: Film Miracle in Cell No. 7 oleh Lee Hwan-kyung
Pemeran:
Vino G. Bastian
Graciella Abigail
Indro Warkop
Tora Sudiro
Rigen Rakelna
Indra Jegel
Bryan Domani
Denny Sumargo
Mawar de Jongh

Sinopsis
Setelah sidang laporan PLP, saya menyempatkan untuk merefresh pikiran dengan menonton film Miracle in Cell yang sedang tayang di bioskop. Film ini mengisahkan tentang seorang disabilitas yang ditahan atas dugaan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap anak seorang pejabat pemerintahan.

Dodo Rozak, seorang penjual balon dituduh melakukan pembunuhan serta pemerkosaan terhadap Melati Wibisono, anak seorang pejabat terkenal di negaranya. Merasa sakit hati dan terpukul, dengan kekuasaan yang dimiliki, pejabat tersebut melaporkan Dodo ke kepolisian.

Selama ditahan di kepolisian, Dodo mendapat banyak diskriminasi dari aparat kepolisian. Ketika diperiksa, dengan disertai penyiksaan, ia dipaksa mengakui perbuatan yang tidak pernah dilakukannya terhadap anak yang meninggal tersebut. Dengan segala tekanan dan keterbatasan fisik yang dimiliki Dodo, dengan berat hati, ia akhirnya mengakui tuduhan kejahatan.

Dodo, memiliki anak bernama Ika yang ditinggalkannya selama di penjara. Ika, dengan bantuan Japra— penghuni penjara yang paling disegani— dan teman-teman satu sel tahanan Dodo, berhasil dibawa ke sel dan tinggal di sana selama beberapa waktu sebelum putusan hukuman dijatuhkan.

Oleh mereka —terutama Japra, yang merasa memiliki hutang budi karena pernah ditolong selama di penjara,— Dodo diperjuangkan hak-haknya untuk dapat bebas dari segala tuduhan.

Namun, dengan segala halangan dan rintangan, meskipun sudah melakukan upaya hukum banding, ia akhirnya divonis hukuman mati atas dakwaan perbuatan pidana yang diperbuat Dodo.

Akan tetapi, di akhir cerita, dengan kegigihan usaha Ika yang kelak menjadi seorang pengacara, ia mengajukan peninjauan ulang atas kasus Dodo. Akhirnya, nama Dodo dinyatakan tidak bersalah dan bersih dari segala tuntutan hukum.

Aspek Hukum yang Perlu Dicatat dalam Film

Dengan seting film yang kental dengan nuansa hukum, dari film tersebut banyak sekali aspek hukum yang perlu ditelaah dengan adanya kasus yang menimpa Dodo.

Setidaknya, ada enam hal yang perlu disorot untuk dikaji.

Pertama, adanya ketimpangan hukum yang nampak jelas terlihat dalam film. Dodo yang notabenenya adalah orang miskin, dipaksa untuk dijadikan sebagai tersangka oleh William karena William memiliki kuasa yang besar di negerinya. William merupakan pemimpin sebuah partai yang disegani dan bahkan dalam kasus ini perintahnya harus dituruti karena pengaruhnya yang begitu kuat.

Fenomena ini tentunya mengamini paradigma yang telah mengakar, bahwa “hukum itu tajam ke bawah dan tumpul ke atas”. Padahal, jika merujuk pada prinsip dan asas hukum seperti yang ditetapkan di Indonesia, semua orang adalah sama kedudukannya di mata hukum (equality before the law). Orang kaya, orang miskin, pedagang, pejabat, pengusaha, dan orang-orang lainnya ketika dihadapkan pada persoalan hukum semuanya dipandang sama tanpa pandang bulu.

Tapi, jika melihat realitas, asas equality before the law tersebut masih jauh panggang dari api, yang nampak justru yang punya uang dan kekuasaanlah yang bisa bebas dari jeratan hukum dan hukum bisa diatur demi kepentingannya. Ini adalah PR besar yang harus dikikis dan dihilangkan dalam penegakan hukum.

Kedua, tidak diterapkannya asas persemption of innocent (asas praduga tak bersalah) terhadap pelaku kejahatan.

Dodo yang masih diduga sebagai pelaku, didiskriminasi oleh aparat kepolisian saat pemeriksaan perkara. Padahal, meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangkapun — apalagi dinyatakan yang tidak bersalah seperti Dodo — pelaku harus diperlakukan dengan baik tanpa diskriminasi apapun apalagi disertai penyiksaan dan kekerasan. Sepanjang putusan dari hakim belum dinyatakan bersalah, pelaku berhak mendapatkan perlindungan hukum yang layak dan hak-haknya sebagai warga negara perlu dihormati. Artinya, pelaku masih dinyatakan tidak bersalah sebelum hakim memutuskan bersalah atau tidaknya dan orang yang tidak bersalah tentunya perlu dihormati dan dihargai hak-haknya. Oleh sebab itulah, peran pendamping hukum atau kuasa hukum sangat diperlukan, untuk melindungi hak-hak pelaku dari arogansi aparat penegak hukum sebelum jatuhnya putusan.

Ketiga, arogansi aparat penegak hukum yang masih menjadi persoalan.
Dalam beberapa scene film, diperlihatkan beberapa adegan tentang bagaimana Dododiperlukan oleh aparat penegak hukum— dalam hal ini polisi. Dodobeberapa kali mendapatkan pukulan dari penyidik di wajahnya agar ia mengakui kejahatan yang tidak dilakukannya.

Hari ini, jika melihat Indonesia, fenomena ini masih sangat jelas terlihat. Polisi seakan mempunyai kuasa besar untuk menilai kebersalahan seseorang sehingga bisa melakukan diskriminasi supaya seseorang mengakui kejahatan yang belum tentu dilakukannya. Padahal, penyiksaan, apapun itu alasannya tidak bisa dibenarkan baik secara kemanusiaan maupun berdasar pada hukum acara pidana (KUHAP).

Pihak yang terlibat dalam persidangan

Dalam perkara pidana, pihak-pihak yang terlibat di persidangan ialah hakim, panitera, terdakwa, kuasa hukum terdakwa, penuntut umum, dan para saksi. Dalam kasusnya Dodo, karena persoalan pidana (pembunuhan dan pelecehan seksual pemerkosaan), maka persidangannya menerapkan persidangan pidana dengan menggunakan pedoman KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana). Akan tetapi, di dalam film, saat naik ke tahap banding dan peninjauan kembali, pihak yang terlibat berubah menjadi pihak penggugat, tergugat, dan hakim yang biasa diterapkan dalam persoalan perdata. Tentu hal ini oerlu fitelaah kembali karena film ini diadopsi dari film Korea. Otomatis setting filmnya juga mengikuti ke yang ada di film tersebut, seperti para pihak yang terlibat di persidangan.

Perlindungan Disabilitas

Dodo, sebagai seorang yang berkebutuhan khusus harusnya mendapatkan pendamping dan bila perlu penyidik melibatkan ahli dalam mengorek keterangan tersangka yang berkebutuhan khusus. Kondisi psikologis tersangka penyandang disabilitas intelektual perlu dipertimbangkan karena kondisi disabilitas yang kadang dalam keadaan normal dan dalam gangguan. Pertimbangan tersebut untuk menjaga baik itu tersangka atau masih terduga untuk memberikan kesaksian dengan sebenar-benarnya dan tidak menimbulkan trauma ketika dinyatakan tidak bersalah di kemudian hari.

Dari keseluruhan alur cerita, film ini mampu menarik simpatik penonton meskipun dibawakan dengan genre komedi. Secara eksplisit, karena berdasar pada kisah nyata, film ini ingin membuka kacamata penonton tentang fenomena penegakan hukum yang masih timpang dan diskriminatif. Cara yang paling tepat untuk melawan ketidakadilan tersebut ialah seperti yang dicontohkan oleh Ika, dengan melakukan upaya perlawanan dengan mengumpulkan bukti hukum yang kuat serta melakukan upaya hukum yang legal demi meraih keadilan yang diharapkan.

Satu tanggapan untuk “Film Miracle in Chell No. 7 : Preseden Buruk Penegakan Hukum

  • Oktober 30, 2022 pada 1:14 am
    Permalink

    Mantappss tulisannya

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *